Rabu, 22 Desember 2010

apakah PR sama dengan humas?


Dalam disiplin ilmu komunikasi terdapat berbagai macam pengertian mengenai public relations (PR) dimana masing-masing praktisi dan akademisi PR tidak memiliki satu kesepakatan mengenai apa yang dimaksud dengan PR. Masing-masing memiliki definisi yang berbeda yang tergantung pada pengalamannya dengan aktivitas PR. Di Indonesia beberapa kalangan menyebut PR memiliki kesamaan dengan humas. Sementara terdapat beberapa kalangan yang menyebut bahwa PR tidak sama dengan humas.
Menurut Rumanti (2005) sejarah tumbuh dan berkembangnya PR terutama di Indonesia tidak lepas dari peran bangsa Belanda. Pada tahun 1948 aktivitas PR di Belanda dikenal sebagai voorlichting yang berarti penerangan. Penyebutan ini berkaitan dengan fungsi PR di masa itu yang bertugas memberikan penerangan kepada publik dengan cara memberikan penjelasan secara menyeluruh mengenai segala sesuatu berkaitan dengan organisasi dan publiknya.
Aktivitas ini kemudian diadaptasi oleh Kabinet Juanda dengan membentuk Departemen Penerangan yang berfungsi untuk memberikan keterangan kepada publik internasional bahwa di dunia ini telah lahir Negara baru bernama Indonesia. Selanjutnya PM Juanda menginstruksikan agar setiap instansi membentuk divisi humas untuk memberikan keterangan kepada seluruh masyarakat Indonesia bahwa mereka telah merdeka dan tidak lagi berada dalam kekuasaan Belanda.
Penggunaan istilah humas untuk mengganti istilah PR tidak menimbulkan permasalahan di masa lalu, akan tetapi di masa modern saat ini penggantian istilah PR menjadi humas akan menimbulkan pengertian yang berbeda. Terlebih lagi para professional PR yang tidak mau disamakan dengan humas.
Semakin berkembangnya profesi PR menjadikan setiap orang yang berasal dari disiplin ini menyadari bahwa mereka berbeda dengan humas. Ivy Ledbetter Lee yang dianggap sebagai Bapak PR telah mengembangkan falsafah PR dalam dua macam aspek dimana keduanya menunjukkan bahwa PR tidaklah sama dengan humas.
Aspek pertama, publik yang menjadi sasaran PR adalah publik eksternal dan internal organisasi. Publik internal adalah orang-orang yang berada dalam organisasi, seluruh karyawan dan pimpinan puncak hingga seluruh jajaran terbawah. Sedang publik eksternal adalah orang-orang yang berasal dari luar organisasi yang terkait dan diharapkan memiliki hubungan dengan organisasi.
Aspek kedua, kegiatan PR adalah komunikasi dua arah atau komunikasi timbal balik. Ini berarti dalam penyampaian informasi kepada publik harus terjadi umpan balik. Dengan demikian aktivitas PR harus dapat menciptakan opini publik yang merupakan efek dari komunikasi yang dilakukan sebelumnya. Hal ini berbeda dengan aktivitas komunikasi humas yang bersifat satu arah dalam arti hanya dari organisasi kepada publik.
Edward L. Bernays dalam Public Relations Writing (2008) menyatakan bahwa PR is two way street. PR bukan aktivitas komunikasi satu arah dimana pimpinan organisasi memanipulasi publik dan opini publik. Namun PR adalah komunikasi dua arah dimana pimpinan organisasi dan publiknya menemukan suatu hubungan satu sama lain sehingga tujuan organisasi sejalan dengan tujuan publik. Ini berarti PR tidak hanya mengkomunikasikan pandangan pimpinan kepada publik, akan tetapi juga termasuk mengkomunikasikan pandangan publik kepada pimpinan organisasi. Sehingga tujuan organisasi dan program-program rencana PR dapat selaras dengan kebutuhan dan harapan publik.

3 komentar: